Kesehatan Kita

Kesehatan Kita - Masalah berulang yang terjadi pada wanita berkaitan dengan keinginan atau respon seksual, dan membuat seorang wanita menjadi tertekan atau tegang mengenai hubungan dengan pasangan, secara medis dikenal sebagai disfungsi seksual.Wanita yang mengalami disfungsi seksual bukan sesuatu yang tidak wajar, banyak wanita mengalami masalah dengan fungsi seksual dalam hidup mereka. Wanita yang mengalami disfungsi seksual dapat menjadi masalah seumur hidup, atau hal ini bisa terjadi di kemudian hari setelah mengalami periode yang memuaskan. Wanita dengan disfungsi seksual memiliki banyak kemungkinan gejala dan penyebab. Untungnya, hampir semua bisa diobati. Berkomunikasi mengenai masalah yang terjadi dan pemahaman tentang tubuh serta respon yang normal terhadap aktivitas seksual adalah langkah-langkah penting untuk mendapatkan kepuasan seksual.

Seorang wanita dapat mengalami disfungsi seksual di usia berapa pun, tetapi masalah seksual sering terjadi ketika hormon kewanitaan sedang menurun, misalnya setelah melahirkan bayi atau selama menopause. Masalah seksual juga dapat terjadi berkaitan dengan penyakit berat, seperti kanker atau penyakit jantung.
Wanita mungkin bisa diklasifikasikan sebagai disfungsi seksual jika mengalami satu atau lebih hal berikut:
1. Keinginan untuk melakukan hubungan seksual sangat rendah atau tidak ada.
2. Tidak dapat mempertahankan gairah selama aktivitas seksual.
3. Tidak terangsang, meskipun ada keinginan untuk berhubungan seksual.
4. Tidak bisa mengalami orgasme.
5. Merasa sakit selama kontak seksual.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan disfungsi seksual dan faktor-faktor ini cenderung saling berkaitan.
Fisik.
Kondisi fisik yang dapat menyebabkan atau memberikan kontribusi terhadap masalah seksual adalah arthritis, susah buang air besar atau kecil, pernah operasi panggul, kelelahan, sakit kepala, dan gangguan neurologis. Obat-obatan tertentu, termasuk antidepresan, obat tekanan darah, antihistamin dan obat kemoterapi, dapat menurunkan gairah seks dan kemampuan tubuh untuk mengalami orgasme.

Hormonal.
Turunnya kadar estrogen setelah masa transisi menopause dapat menyebabkan perubahan dalam jaringan genital dan respon seksual. Lipatan kulit yang mencakup wilayah genital (labia) menjadi lebih tipis yang menyebabkan klitoris lebih banyak terpapar. Peningkatan paparan ini kadang-kadang mengurangi kepekaan klitoris.
Selain itu, lapisan vagina menjadi lebih tipis dan kurang elastis, terutama pada saat tidak aktif secara seksual. Pada saat yang sama, vagina memerlukan lebih banyak stimulasi dan pelumasan sebelum siap berhubungan seksual. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan hubungan seksual terasa menyakitkan (dispareunia), dan mungkin mengalami orgasme yang lebih lama.
kadar hormon kewanitaan juga mengalami pergeseran pasca melahirkan dan selama menyusui, yang dapat menyebabkan kekeringan pada vagina dan dapat mempengaruhi keinginan untuk melakukan hubungan seks.

Psikologis dan sosial.
Kecemasan yang tidak ditangani dengan baik atau depresi dapat memberikan kontribusi pada disfungsi seksual. Kekhawatiran tentang kehamilan dan tuntutan menjadi ibu yang baru mungkin juga memiliki efek yang sama. Konflik jangka panjang dengan pasangan, tentang seks atau aspek lain, dapat mengurangi responsivitas seksual. Budaya dan masalah dengan citra tubuh juga dapat berkontribusi. Pengalaman kekerasan seksual juga bisa menyebabkan disfungsi seksual.

Penanganan wanita dengan masalah seksual akan lebih baik jika dilakukan pendekatan emosional secara medis. Terkadang ada solusi medis tertentu, misalnya terapi estrogen atau bagi wanita yang depresi, mengganti obat anti depresan dengan yang lain. Lebih sering dengan terapi perilaku dan manajemen stress, hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui penyebab disfungsi seksual pada wanita.